Adalah Kita

10:46:00 PM Kirun 0 Comments


sumber gambarcwpcblog.wordpress.com

Pernah di suatu masa
Kala kepuasan melonjak angkuh
Dan semangat belum ternodai peluh
Kau dan aku masihlah asing
Berucap sapa dan nama
Membangun impresi kepada tiada
Canggung-canggung bersitatap, tertawa sopan berlekat adab

Ketika dingin masihlah musuh
Lembaran itu dicoret
Oleh pena bertinta kosong
Aku dan kau pun begitu
Hampa
Kita adalah masing-masing
Menelusuri taman indah bersama senyap
Memetik tulip kuning untuk dibuang
Hingga pulang diantarkan sepi
Sembari menyisipkan bait-bait doa
Entah untuk siapa

Takdir berbisik,
“Dia,”
Kepada aku yang meraba-raba bingung,
“Siapa cahayaku?”
Takdir berbisik,
“Dia,”
Kepada kau yang meraba-raba bingung,
“Siapa cahayaku?”

Persimpangan itu adalah jawaban
Aku dan kau kembali dipertemukan
Oleh doa-doa yang terjalin, menghubungkan kau dan aku
Kerap sekali
Hingga akhirnya batas itu menghilang
Hingga akhirnya jalinan doa-doa mengikat aku dan kau erat
Hingga aku dan kau berubah menjadi kita

Kita telanjang, tanpa menelanjangi
Bersedia begitu saja
Tanpa perlu malu
Tanpa perlu takut
Kita bahkan saling membedahi
Menunjukkan segalanya
Tanpa perlu merasa jijik

Karena tawa adalah tawa
Karena perih adalah perih
Dan jerit adalah jerit
Bila kita bersama

Aku dan kau pernah menjadi kita
Ketika khalayak belum seramai kini
Kita saling kehilangan, terseret dalam arus yang berlawanan
Genggaman erat itu terlepas
Genggaman erat itu sengaja dilepas
Entah siapa yang memulai duluan
Aku dan keegoisanku?
[Namun, mengapa kau mudah sekali menyerah dan melepaskan?]
Ataukah kau dan keegoisanmu?
[Namun, mengapa aku mudah sekali menyerah dan melepaskan?]

Langit yang berbeda telah memenjarakan
Tak lagi kita pernah mengintim seperti perjalanan lalu
Hanya menatap dari kejauhan
Berucap sapa dan nama
Menyungging membuat-buat lesung pipit
Hingga akhirnya,
Aku dan kau bukan lagi kita

[Walaupun rindu itu ada
Meretakkan batas langit
Mempertemukan aku dan kau
Bercengkerama
Walau dalam episode-episode mimpi
Aku dan kau bisa menjadi kita
Setidaknya, meski fana]

Pernah di suatu masa
Kala rindu membucah
Dan sepi kerap mengisi kekosongan hari
Tanpa sadar aku melangkah
Menuju tempat yang dibisikkan takdir, pernah, dulu sekali
Hingga akhirnya bibirku kelu
Karena kau di sana, di persimpangan itu, menunggu

Takdir berbisik,
“Masih dia,”
Pada aku dan kau yang mengharu biru
Pada aku dan kau yang memulai segalanya kembali
Takdir berbisik,
“Masih dia,”
Pada aku dan kau yang akan berubah menjadi kita,
Lagi,
Hingga selamanya

[Karena kau lebih dari sekedar teman
Karena kau lebih dari sekedar saudara
Karena kau lebih dari sekedar kekasih
Bagiku]


*puisi ini disponsori oleh kegalauan Kirun hahahaha semoga kita nggak berjauhan lagi yak

You Might Also Like

0 komentar: