Akui

1:32:00 AM Kirun 0 Comments


N.B. Puisi ini (sebentar, ini bisa disebut puisi kah?) sengaja straightforward tanpa diksi yang dipelintir. 


sumber gambarimg.medscape

Salahkah ia, 
bila sebilah belati dihunuskannya, 
hingga tepat mengenai daerah hidup-dan-mati yang bertengger di balik helaian iganya?

Salahkanlah ketajaman benda itu, wahai Sang Pencipta Alam

Salahkah ia, 
bila larutan amonia diteguknya, 
hingga membakar saluran esofagus yang menjembatani ke bilik lambungnya?

Salahkanlah racun mematikan itu, wahai Sang Pemberi Kehidupan

Dan salahkah ia berdemikian, 
bila patrian tubuh kurus miliknya menjatuhkan diri dari ketinggian, 
hingga benturan luar biasa meretakkan tengkorak kepalanya yang terlebih dahulu menemui daratan?

Salahkanlah gravitasi yang menjalankan ketetapan-Mu, wahai Tuhan 

.

.

.

Siapa yang patut disalahkan?

.

.

.

Beruntunglah dirimu, wahai anak-yang-dilanda-derita-berkepanjangan
Karena Sang Pencipta Alam mencondongkan sedikit arah tikaman, 
hingga jantung itu kerap menjaga denyut detakan 

Walau darah menyembur sangat deras 
Dari dada yang mengeksposkan ruas-ruas rusuknya jelas 

Beruntunglah dirimu, wahai anak-yang-menginginkan-kematian
Karena Sang Pemberi Kehidupan memberhentikan jalaran, 
hingga racun tidak menyelancar menggerogoti organ 

Walau rasa bukan main panasnya menggarap garang
Pada leher yang sungguh terlampau kurus dipandang 

Dan beruntung sekalilah dirimu, anak-yang-membenci-kehidupan
Karena Tuhan lah sang pengembali kehidupan, 
hingga jiwa tidak diizinkan untuk melepaskan diri dari badan

Walau pembunuhan diri dipraktikkan olehnya 
Berkian kali banyaknya 

.

.

.

Bukankah itu keadilan?

.

.

.

You Might Also Like

0 komentar: